“To Care is My Mission”
Inspirasi Santa Theresa, ‘Kepedulian yang Sejati’
Santa Theresia merupakan sosok yang patut kita teladani. Melalui kisah hidupnya, kita dapat menggali inspirasi-inspirasi yang sesuai dengan dinamika hidup kita sehari-hari, secara khusus berkaitan dengan tema ‘to care is my mission’.
Di dalam hidup sehari-harinya, Santa Theresia adalah sosok yang terkenal dengan sifat ‘ke-kanak-an’. Kekanakan yang dimaksud di sini adalah child-like daripada childish. Hal ini berarti, dalam penghayatan hidupnya, Santa Theresa memiliki sifat lugu, sederhana, spontan atau antusias, dan murni atau jujur (Panggilanku adalah Cinta, 2). Oleh karena itu, perlu dibedakan dengan kekanak-kanakan yang cenderung mendorong kita untuk menang sendiri, mengejar kenyamanan, dan meremehkan yang lain.
Di sini kita dapat belajar dari Santa Theresia bahwa kepedulian terhadap sesama merupakan bentuk cinta yang nyata terhadap Tuhan. Seperti yang Theresia katakan, ‘when we love God, we love each other. (ketika kita mencintai Tuhan, kita mencintai sesama juga).’ Dan, apa yang perlu disadari adalah, tidak melulu melalui hal-hal yang besar. Theresia selalu mengajarkan bahwa cinta dan kepedulian justru menemui makna yang sejati dalam hal-hal yang kecil, yang tidak nampak oleh orang lain, bahkan yang tidak dihargai sekalipun. Oleh karena itu, di dalam setiap perbuatan kecil yang kita lakukan sepenuh hati, diri kita memancarkan cinta yang mendalam kepada Allah (, 6).
Di masa sekarang ini, kepedulian menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Dalam setiap usaha kita untuk peduli: membuang sampah pada tempatnya, mendengarkan sahabat yang berkeluh-kesah, merawat tanaman di sekitar kita, dsb; kita selalu menjumpai godaan-godaan. Godaan ini biasanya berupa rasa takut karena hal-hal yang kita perbuat tidak digubris oleh orang lain, tidak didukung, disepelekan, bahkan ditentang. Theresia pun menghadapi hal yang sama. Dan, untuk itulah Theresia rajin berdoa untuk memohon kekuatan, ketabahan, dan kebahagiaan. Hal inilah yang penting, bahwa di dalam usaha kita untuk peduli satu dengan yang lain, kita tidak pernah dapat melakukannya sendirian (, 11).
Apabila kita peduli terhadap orang lain, kita juga berjumpa dengan diri kita sendiri. Dalam kesempatan ini, kita memohon kepada Tuhan agar senantiasa diberi kekuatan untuk setia dan berkorban. Ya, karena kepedulian memerlukan pengorbanan yang besar baik waktu, tenaga, bahkan material. Hal ini misalnya ketika kita membuang sampah pada tempatnya; meskipun jauh, kita berusaha mencari tempat sampah yang ada, atau menyimpannya dahulu sampai menemukan tempat sampah. Ketika kita mencoba peduli terhadap tanaman di sekitar kita, mungkin banyak yang beranggapan ‘hanya tanaman’; akan tetapi, ketika kita benar-benar menaruh cinta bagi tanaman tersebut, akan muncul gejolak dalam hati yang menentramkan dan menyenangkan. Hal inilah yang dikatakan Theresia, ‘found it by your own-self’ (temukan sendiri). Setiap pengalaman kepedulian kita, selalu memberikan memori yang kuat, sampai-sampai tidak dapat dikisahkan dengan sempurna. Dengan kata lain, perasaan yang kita dapatkan ketika kita berusaha untuk peduli terhadap sesama, itu eksklusif milik kita seorang (, 15). Tidak ada yang dapat mengatur, mengubah, bahkan mencuri perasaan yang kita miliki.
Apa yang kemudian penting, kepedulian kita terhadap orang lain dan lingkungan sekitar kita mesti ditujukan kepada Allah. Dengan demikian, secara tanpa sadar, kita telah melampaui ego diri kita. Setiap hal yang kita lakukan kemudian menjadi bentuk kepedulian kita. Di sini, kita tidak lagi berpikir tentang kenyamanan dan keuntungan masing-masing saja, melainkan kebahagiaan bersama (, 34). Pada akhirnya, kita menemukan makna cinta sejati yang melulu demi orang lain. Dan, kita yang meneladan hidup Theresia, mensyukuri hal ini.
Kepedulian merupakan wujud dari cinta yang sejati. Oleh karena itu, kepedulian terwujud dalam semangat dan dukungan, pengorbanan, dan penyangkalan diri. Baik dengan teman yang kita tidak sukai, kita belajar untuk menemani dan memberikan dukungan; dengan sahabat-sahabat kita, kita belajar untuk mengorbankan waktu dan tenaga; dan, dalam setiap hal tersebut, kita tidak mencari pengakuan dari orang lain melainkan menyangkal kenyamanan dan keinginan pribadi kita (, 36).
Renungan dari kisah Santa Theresia yang bisa kita ambil:
- Apakah penghayatan hidup rohaniku childish atau child-like ku?
- Aku mengingat tiga (3) pengalamanku, berusaha peduli terhadap sesama dan lingkungan sekitar.
- Apakah menjumpai kesulitan untuk bersikap peduli? Apakah aku memohon kepada Tuhan agar dikuatkan?
- Bagaimana aku menjadi pribadi yang peduli di tengah masa pandemi ini?
- Apa yang kurasakan sebagai keluarga Sekolah Theresiana, setelah meneladan kepedulian Santa Theresia?